Aceh Tenggara | Buserindonesia.id — Sebanyak 385 desa di seluruh Kabupaten Aceh Tenggara hingga kini tercatat belum menerima pembayaran tunjangan penghasilan tetap (tulah/Siltap) perangkat desa selama lima bulan berturut-turut.
Ironisnya, persoalan serius yang menyangkut hajat hidup ribuan aparatur desa ini tidak direspons secara terbuka oleh Bupati Aceh Tenggara Salim Fahri, SE, MM, jajaran Sekretariat Daerah melalui BPKD, maupun Ketua ABDESI Kabupaten Aceh Tenggara.
Kondisi tersebut memicu keresahan luas di kalangan perangkat desa. Pasalnya, tulah desa merupakan sumber penghasilan utama aparatur desa yang setiap hari menjalankan roda pemerintahan, pelayanan administrasi, dan pengabdian langsung kepada masyarakat di tingkat paling bawah.“Bayangkan, 385 desa terdampak.
Kami tetap bekerja penuh, tapi hak kami tidak dibayarkan. Sudah lima bulan tanpa kejelasan,” ujar salah satu perangkat desa kepada Buserindonesia.id.
Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada pernyataan resmi dari Bupati Aceh Tenggara maupun pihak BPKD terkait penyebab keterlambatan pembayaran tersebut—apakah disebabkan kendala anggaran, administrasi, atau faktor lain.
Sikap diam dan tertutup ini memunculkan pertanyaan serius di ruang publik mengenai tanggung jawab dan komitmen pemerintah daerah terhadap aparatur desa.
Sorotan tajam juga mengarah kepada Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (ABDESI) Kabupaten Aceh Tenggara. Organisasi yang seharusnya menjadi garda terdepan
advokasi kepentingan desa itu dinilai tidak menjalankan fungsinya, bahkan terkesan membisu di tengah krisis pembayaran yang menimpa ratusan desa.
“ABDESI seharusnya bersuara keras dan menekan pemerintah daerah. Tapi sampai sekarang tidak ada sikap, tidak ada langkah. Ini sangat kami sesalkan,” ungkap perangkat desa lainnya.
Pengamat pemerintahan desa menilai, pembiaran secara bersamaan oleh pemerintah daerah dan organisasi desa berpotensi menimbulkan krisis kepercayaan aparatur desa terhadap sistem pemerintahan kabupaten.
Keterlambatan pembayaran tulah desa dalam skala 385 desa juga dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola keuangan daerah yang baik.
Secara aturan,
tunjangan perangkat desa merupakan belanja wajib daerah yang harus dibayarkan tepat waktu karena berkaitan langsung dengan stabilitas pemerintahan desa dan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.
Hingga berita ini diturunkan, Bupati Aceh Tenggara Salim Fahri, SE, MM, pihak BPKD, serta Ketua ABDESI Kabupaten Aceh Tenggara belum memberikan klarifikasi resmi terkait tunggakan lima bulan tunjangan perangkat desa yang berdampak pada 385 desa se-Aceh Tenggara, termasuk kepastian jadwal pencairannya.
Perangkat desa mendesak pemerintah daerah dan ABDESI segera menghentikan sikap bungkam,
membuka informasi secara transparan kepada publik, serta merealisasikan pembayaran hak perangkat desa tanpa alasan dan penundaan lebih lanjut.
Pewarta : Salikin.M
