
Jakarta, //www.buserindonesia.id || Pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang menyebut militer saat ini berperan multifungsi dianggap tidak sejalan dengan upaya mencegah praktik dwifungsi seperti terjadi pada masa rezim Orde Baru terulang. “Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) warisan otoritarian Orde Baru sudah seharusnya dikoreksi, bukan malah dilegalisasi dan dihidupkan kembali,” kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf dalam keterangan pers seperti dikutip pada Jumat (7/6/2024).
Menurut Al Araf, pernyataan Agus merupakan pandangan yang salah dan keliru mengingat Indonesia adalah negara yang menganut sistem politik demokrasi. Karena menerapkan sistem demokrasi, kata dia, maka harus ada pemisahan antara sektor sipil dan militer.

“Militer sesuai dengan hakikat keberadaanya dididik, dibiayai dan dipersiapkan untuk menghadapi peperangan (pertahanan negara), bukan untuk mengurusi urusan sipil yang orientasinya pelayanan publik,” ujar Al Araf. Menurut Al Araf, jika dilihat dari prinsip demokrasi maka kehadiran militer di luar bidang pertahanan negara sebenarnya menyalahi tata kelola dan nilai negara demokrasi. Pernyataan Agus juga dianggap tidak sejalan dengan semangat dan agenda reformasi TNI tahun 1998, yang mengamanatkan penghapusan dwifungsi ABRI dan bukan malah melegitimasi penyimpangan peran TNI tersebut.
“Panglima sudah seharusnya taat terhadap TAP MPR No. VI Tahun 2000 yang dalam konsiderannya menyatakan dengan tegas bahwa dwifungsi ABRI sebagai hal keliru dan menimbulkan berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial politik,” papar Al Araf. Al Araf juga mengutip Dasar Menimbang huruf d TAP (ketetapan) MPR No. VI Tahun 2000 terkait dwifungsi ABRI.
Dalam TAP MPR itu disebutkan bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Sebelumnya diberitakan, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menyatakan saat ini TNI bukan lagi melaksanakan dwifungsi tetapi multifungsi. Pernyataan itu disampaikan di tengah gelombang kritik terhadap proses revisi Undang-Undang TNI. Menurut dia, saat ini TNI terlibat dalam segala hal. Sehingga, dia meminta masyarakat tidak perlu khawatir terkait dwifungsi ABRI.
Baca juga : Kapolda Sumsel Lakukan Tugas dengan Cara Preventif Penindakan Terukur
Gelar apel pasukan penertiban tempat masakan minyak ilegal (ilegal refenery)…Selanjutnya…..
“Sekarang bukan dwifungsi ABRI lagi, multifungsi ABRI. Semuanya kita. Ada bencana kita di situ. Ya kan? Coba. Jadi jangan berpikir seperti itu lah. Kan demokrasi,” ujar Agus saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024). Agus mengambil contoh peran TNI dalam penanganan konflik separatisme di Papua. Dia mengatakan, di sana TNI terlibat mulai dari pelayanan kesehatan hingga memberi pendidikan. “Sekarang di Papua. Yang ngajar itu anggota saya, TNI. Kemudian pelayanan kesehatan anggota saya. Terus kalian menyebut dwifungsi ABRI atau multifungsi sekarang? Kita jangan berpikir seperti itu ya. Kita untuk kebaikan negara ini,” jelas Agus.
Pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang menyebut saat ini mereka bukan melakukan dwifungsi tetapi sudah multifungsi dianggap keliru karena menyimpang dari koridor praktik pemisahan peran militer dan sipil dalam sistem demokrasi. “Pernyataan panglima TNI tersebut merupakan pandangan yang salah dan keliru. Mengingat Indonesia adalah negara yang menganut sistem politik demokrasi, harus ada pemisahan antara domain sipil dan domain militer,” kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri dalam pernyataannya, seperti dikutip pada Jumat (7/6/2024).
Gufron mengatakan, militer dididik dan dipersiapkan untuk menghadapi peperangan (pertahanan negara). Mereka bukan dilatih buat mengurusi urusan sipil yang berorientasi pelayanan publik. “Karena itu, dilihat dari prinsip demokrasi kehadiran militer di luar bidang pertahanan negara menyalahi tata kelola dan nilai negara demokrasi,” ucap Gufron.
Gufron juga mengambil contoh kehidupan masyarakat pada masa Orde Baru. Pada saat itu negara “merestui” pelibatan militer dalam berbagai urusan sipil, termasuk politik, sehingga kerap menjadi kekuatan pemukul bagi kelompok yang mengkritik atau mempunyai pandangan berbeda terhadap pemerintah. Alhasil, pemerintahan di masa Orde Baru menyimpang dari sendi-sendi demokrasi. “Indonesia bukan lagi di era otoritarian seperti masa Orde Baru dulu di mana militer hadir di setiap lini kehidupan masyarakat,” kata Gufron. Sebelumnya diberitakan, pernyataan Agus disampaikan di tengah gelombang kritik terhadap proses revisi Undang-Undang TNI.
Menurut dia, saat ini TNI terlibat dalam segala hal. Sehingga, dia meminta masyarakat tidak perlu khawatir terkait dwifungsi ABRI. “Sekarang bukan dwifungsi ABRI lagi, multifungsi ABRI. Semuanya kita. Ada bencana kita di situ. Ya kan? Coba. Jadi jangan berpikir seperti itu lah. Kan demokrasi,” ujar Agus saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Agus mengambil contoh peran TNI dalam penanganan konflik separatisme di Papua. Dia mengatakan, di sana TNI terlibat mulai dari pelayanan kesehatan hingga memberi pendidikan. “Sekarang di Papua. Yang ngajar itu anggota saya, TNI. Kemudian pelayanan kesehatan anggota saya. Terus kalian menyebut dwifungsi ABRI atau multifungsi sekarang? Kita jangan berpikir seperti itu ya. Kita untuk kebaikan negara ini,” jelas Agus. Terdapat sejumlah usulan yang memicu polemik dalam draf terbaru revisi UU TNI.
Dalam draf yang diterima, Pasal 47 Ayat (1) RUU TNI berbunyi, “prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan”. Kemudian, Ayat (2) berbunyi, “prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden”. Prajurit yang menduduki jabatan di kementerian/lembaga juga didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku. “Pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian yang bersangkutan,” bunyi Ayat (4).
Kemudian, pembinaan karier prajurit yang menduduki jabatan sipil dilakukan Panglima TNI yang bekerja sama dengan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal lain yang juga menjadi sorotan adalah soal usulan memperpanjang usia pensiun perwira dari semula 58 tahun menjadi 60 tahun. Dalam draf yang diterima Kompas.com, bunyi Pasal 53 Ayat (1) UU TNI akan diubah sebagai berikut, “prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 tahun bagi perwira dan paling tinggi 58 tahun bagi bintara dan tamtama”. Kemudian, pada Ayat (2), khusus jabatan fungsional, prajurit dapat melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 65 tahun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
RUU TNI juga mengakomodasi perpanjangan masa dinas sebanyak dua kali bagi perwira tinggi (pati) bintang empat.
“Khusus untuk perwira tinggi bintang 4, prajurit dapat diperpanjang masa dinas keprajuritannya maksimal dua kali yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden,” bunyi Ayat (3). Adapun perpanjangan masa dinas keprajuritan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) berlaku paling lama dua tahun dan/atau dapat diperpanjang kembali sesuai dengan persetujuan presiden. Ketentuan lebih lanjut mengenai masa dinas keprajuritan akan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pewarta : Yudha Purnama

#selamatpagiindonesia, #beritapagi, #beritaterkini, #beritahariini,
#beritahotpagi, #kabarpagi, #kabarhaiini, #kabarindonesia, #beritaindonesia
#kabar terkini, #beritaindonesia, #beritarepublikindonesia