
(Oleh: Anom Panuluh, Ketua Rumah Rakyat Indonesia Kabupaten Brebes)
BREBES // Buserindonesia.id // Fenomena warga Cinanas, Bantarkawung, yang terpaksa memperbaiki jalan rusak dengan dana iuran sendiri justru menjadi alarm keras bagi Pemerintah Kabupaten Brebes. Semangat gotong royong memang patut diapresiasi, tetapi ketika kebutuhan infrastruktur vital seperti jalan desa harus ditanggung rakyat, itu bukan lagi sekadar gotong royong—itu bukti nyata bahwa pemerintah gagal hadir.

Bupati Brebes seharusnya merasa terpukul oleh kenyataan ini. Jalan yang menjadi urat nadi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat dibiarkan rusak puluhan tahun tanpa kepastian perbaikan. Sementara warga, yang sudah patuh membayar pajak, dipaksa menanggung beban ganda: tetap setor kewajiban, tapi tetap merogoh kocek sendiri demi hak dasar yang semestinya dijamin pemerintah.

Alasan klasik bahwa perbaikan harus menunggu anggaran pemerintah hanyalah tameng. Rakyat tidak bisa selamanya “menunggu” di atas jalan berlubang yang tiap hari menjerat kendaraan dan menghambat mobilitas. Ketika akhirnya warga swadaya turun tangan, maka pesan yang tersirat jelas: mereka sudah tidak percaya pada janji-janji pemerintah kabupaten.
Lebih dari sekadar pembangunan fisik, jalan desa yang rusak adalah simbol retaknya kredibilitas seorang Bupati. Bagaimana mungkin seorang kepala daerah masih layak bicara tentang visi pembangunan, jika kebutuhan paling elementer warganya dibiarkan mangkrak selama puluhan tahun?
Bupati Brebes harus menjawab, bukan dengan dalih, tapi dengan tindakan nyata. Jika tidak, sejarah akan mencatat bahwa di era kepemimpinannya, rakyat lebih percaya pada kekuatan gotong royong ketimbang janji pemerintah yang hanya menunggu tanpa ujung.
Pewarta : Team / Red