
Brebes // buserindonesia.id // Bupati Brebes, Paramitha Widya Kusuma, secara tegas melarang praktik pungutan di seluruh sekolah SD dan SMP Negeri di Kabupaten Brebes. Larangan ini disampaikan Bupati Mitha dalam rapat bersama seluruh kepala sekolah SD dan SMP Negeri di lingkungan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dindikpora) Brebes.
Bupati Mitha menegaskan bahwa praktik pungutan yang selama ini terjadi telah memberatkan wali murid. Padahal, dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Brebes sebesar Rp 3,8 triliun, sektor pendidikan telah mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 1,4 triliun. Namun, mayoritas anggaran tersebut digunakan untuk gaji tenaga pendidik, sertifikasi guru, dan Biaya Operasional Sekolah (BOS).
“Kami menerima banyak laporan dari masyarakat tentang adanya pungutan di sekolah. Oleh karena itu, hari ini kami tegaskan bahwa tidak boleh lagi ada pungutan terhadap wali murid. Ini perintah langsung yang harus dipatuhi,” tegas Bupati Mitha usai memberikan pengarahan.
Untuk memastikan larangan ini efektif, Bupati Mitha menyatakan bahwa pihaknya akan mengevaluasi ulang alokasi anggaran pendidikan sebesar Rp 1,4 triliun. Dua opsi yang sedang dipertimbangkan adalah menambah anggaran melalui BOS Daerah atau mengoptimalkan penggunaan dana yang sudah ada.
“Anggaran Rp 1,4 triliun ini sudah sangat besar. Mulai hari ini, tidak ada alasan bagi sekolah untuk melakukan pungutan,” tegasnya.
Meski pungutan di lingkungan sekolah sudah jelas di larang ,namun kenyataan di lapangan masih banyak terjadi praktek pratek dugaan pungutan liar (Pungli),seperti halnya yang terjadi di SD N Sindangjaya 01 kecamatan Kersana Kabuapaten Brebes .di saat menjelang kelulusan SD N Sindangjaya 01 ,menarik iuran sumbangan untuk rencana pembuatan WC sekolah sebesar 400 ribu persiswa.bagi siswa kelas 6 ,sedang untuk kelas 1 sampai dengan kelas 5,di minta menyumbang semampunya.
Salah seorang wali murid yang enggan di sebut namanya mengatakan keberatan atas ada pungutan wajib kenang kenang sebesar 400 ribu persiswa .yang rencanakan untuk pembuatan wc sekolah,apa lagi yang memiliki anak kembar harus membayar 800 ribu,namun di karenakan anak yang kembar tersebut merupakan anak yatim ,dan menawar ke pihak sekolah akhirnya di kasih keringan hanya membayar 400 ribu.
Di sisi lain saat awak media Buserindonesia.id mengujungi SD N Sidangjaya 01 yang yang beralamat di Jl.Lapangan sepak bola sindangjaya Kecamatan kersana .kabupaten brebes jawa tengah untuk mengkomfirmasi terkait adanya dugaan pungutan iuran pembuatan wc sekolah.kepala sekolah yang saat itu di damping bendahara sekolah mengatakan emang benar ada iuran untuk rencana pembuatan wc sekolah namun untuk nominalnya hanya 300 ribu persiswa untuk kelas 6 dan untuk kelas 1 sampai dengan kelas 5 ,hanya semampunya saja.
Dan semua itu kelola oleh komite sekolah,pihak sekolah hanya penerima manfaat saja . dan Terkait iuran tersebut juga sudah melalui rapat kesepatan wali kelas 6 dan komite sekolah. .hanya saja bendahara dari pihak sekolah .sementara bendara yang di percaya untuk menerima iuaran tersebut mengatakan ,baru sebagian kecil yang sudah masuk.itu untuk membeli batu bata juga masih kurang.
Dampak dari pungli sangat merugikan banyak pihak, terutama siswa dan orang tua. Para siswa tidak mendapatkan fasilitas belajar yang memadai karena dana yang disalahgunakan. Lebih jauh, ketidakpercayaan antara orang tua dan pihak sekolah semakin menguat. Ketika kepercayaan rusak, kolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam menciptakan belajar yang kondusif menjadi sulit terwujud.
Selain itu, pungli juga menambah beban ekonomi orang tua, terutama bagi keluarga kurang mampu. Data dari Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) menunjukkan bahwa pungli dapat menciptakan ketimpangan akses pendidikan. Siswa dari keluarga miskin menjadi korban utama yang terdampak, sehingga memperparah di dunia pendidikan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan tindakan tegas dan komprehensif. sesuai Pasal 368 Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) harus dilakukan. Pasal tersebut menyebutkan bahwa siapa pun yang memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu dapat dikenakan hukuman penjara hingga sembilan tahun. Selain itu, pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap satuan pendidikan agar praktik pungli dapat diminimalisasi.
Pewarta : Marlan /Red .