Aceh tenggara // Buserindonesia.id // 12 Oktober 2025, Kondisi Irigasi Bambel Baru yang terletak di Desa Terutung Seperai, Kecamatan Bambel, Kabupaten Aceh Tenggara, tepat di belakang kantor BPBD Aceh Tenggara – Kutacane, kini memprihatinkan. Irigasi yang menjadi sumber utama pengairan lahan pertanian persawahan di empat desa — Terutung Megara, Biak Muli Bakhu, Biak Muli, dan Biak Muli Pantai Raja — mengalami kerusakan serius dan tidak lagi berfungsi optimal.

Kerusakan tersebut menyebabkan aliran air ke sawah petani tersumbat, sehingga ratusan hektare lahan pertanian terancam kekeringan dan gagal panen. Kondisi ini telah terjadi berulang kali hampir setiap musim tanam, namun hingga kini belum ada penanganan permanen dari pihak berwenang.
Tokoh masyarakat sekaligus mantan Kepala Desa Biak Muli Bakhu, Samadi, menyampaikan keprihatinannya kepada Media Buserindonesiaid.
“Setiap musim tanam kami selalu menghadapi hal yang sama. Air sulit mengalir, sawah kekeringan, dan tanggul cepat rusak. Kami harap pemerintah daerah benar-benar serius membangun ulang irigasi ini, bukan hanya menjadikannya bahan janji politik,” ujarnya tegas.
Samadi menambahkan, proyek irigasi tersebut sudah berkali-kali direhabilitasi oleh Pemda maupun anggota DPRK, namun kualitas pekerjaan dinilai tidak bertahan lama. Ia juga menyoroti praktik janji politik yang sering muncul menjelang Pemilu dan Pemilukada, di mana sejumlah tokoh politik menjanjikan pembangunan irigasi berkualitas, namun tak pernah terealisasi setelah pemilihan usai.
“Kami hanya dijanjikan, tapi setelah pemilu usai semuanya hilang begitu saja. Padahal ini sarana vital bagi kami petani,” tambahnya.
Lebih lanjut, Samadi juga menyinggung bagaimana lemahnya perhatian terhadap infrastruktur pertanian seperti ini bisa menjadi hambatan serius bagi program pemerintah pusat dalam mencapai swasembada pangan.
> “Bagaimana mungkin program pemerintah pusat tentang swasembada pangan bisa tercapai, kalau di lapangan kondisi pendukung seperti ini terus diabaikan. Irigasi adalah urat nadi sawah kami. Tanpa air yang lancar, ketahanan pangan hanya akan jadi wacana di atas kertas,” tegasnya penuh kecewa.
Sementara itu, sejumlah petani dari empat desa tersebut mengkhawatirkan potensi konflik sosial antarpetani akibat pembagian air yang tidak merata.
“Kalau air tak mengalir ke semua sawah, sering timbul salah paham antarpetani. Kami tidak ingin ada konflik, tapi pemerintah harus segera turun tangan sebelum terlambat,” ujar salah satu petani kepada Binkari.
Kondisi irigasi yang rusak dan dipenuhi sampah serta reruntuhan beton memperparah keadaan. Petani berharap Pemkab Aceh Tenggara bersama Dinas Pengairan dan Pertanian segera melakukan pembangunan ulang permanen dengan kualitas dan pengawasan ketat, agar keberlanjutan pertanian di empat desa itu tetap terjaga.
“Cukup janji-janji politik. Kami butuh kerja nyata agar sawah kami kembali hijau dan air mengalir seperti dulu,” pungkas Samadi.
Foto Dokumentasi Lapangan – Media Buserindonesia.id , Kondisi Irigasi Bambel Baru di belakang kantor BPBD Aceh Tenggara, tampak bagian tanggul beton rusak dan tertutup semak. Aliran air di Sungai Irigasi Bambel Baru tersumbat oleh tumpukan sampah dan ranting, memperparah hambatan distribusi air ke lahan pertanian.
Salikin munthe selaku (Kabiro) Aceh tenggara menyatakan:
Kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan komitmen pembangunan infrastruktur pertanian di daerah. Air adalah sumber kehidupan, bukan alat politik. Pemerintah daerah dan DPRK Aceh Tenggara didesak untuk menghentikan praktik janji tanpa realisasi dan segera mengambil langkah nyata demi kesejahteraan petani.
Pewarta : Team / Kabiro
