
Brebes, // Buserindonesia.id // 21 September 2025 — Di tengah keterbatasan perhatian pemerintah, warga Desa Tebongraja dan Desa Salem, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, menunjukkan semangat gotong royong yang luar biasa. Jalan kabupaten yang rusak parah dan kerap memakan korban akhirnya menjadi pemicu lahirnya gerakan swadaya masyarakat untuk melakukan perbaikan secara mandiri.

Aksi ini berlangsung pada Minggu (21/9) siang di Kampung Tegalgede, Desa Tebongraja. Sekitar 200 warga berkumpul, tidak untuk berdemo dengan amarah, melainkan untuk menghimpun dana, material, dan tenaga. Mereka menolak pasrah, memilih berbuat dengan tangan mereka sendiri.
PJ Kepala Desa bersama perwakilan warga menyampaikan keluh kesah mereka. Bertahun-tahun janji perbaikan jalan tak kunjung terealisasi, sementara kecelakaan—terutama pengendara roda dua di musim hujan—terus terjadi. Rasa geram itu akhirnya mereka ubah menjadi semangat membangun.

“Alhamdulillah, berkat kepedulian semua pihak, insya Allah jalan ini akan kami perbaiki dengan swadaya masyarakat. Kami tidak ingin hanya menunggu janji,” ujar salah satu tokoh warga dengan penuh optimisme.
Gerakan ini rencananya dimulai pada Senin (22/9), dengan volume pekerjaan sepanjang 230 meter, lebar 4 meter, dan anggaran sekitar Rp 200 juta. Dana bersumber dari swadaya masyarakat, ditambah dukungan tokoh politik seperti Ibu Orizah Santifa (Anggota Komisi A DPRD Provinsi Jateng) dan Bapak Heru Irawanto (Wakil Ketua DPRD Brebes).
Sebelumnya, warga sempat berencana melakukan aksi unjuk rasa ke Pemkab Brebes. Namun berkat pendekatan tokoh daerah dan perangkat desa, aksi itu dialihkan menjadi gerakan positif: membangun, bukan merusak.

Langkah ini tidak hanya memperlihatkan kekecewaan masyarakat atas lambannya kinerja pemerintah daerah, tetapi juga menjadi simbol kekuatan kolektif warga Brebes. Bahwa di tengah janji-janji yang tak ditepati, rakyat masih bisa bangkit, berdiri di atas kaki sendiri, dan bergotong royong demi kepentingan bersama.
Kegiatan yang berjalan aman, lancar, dan kondusif ini menjadi bukti bahwa suara rakyat bisa disampaikan bukan hanya lewat protes, tapi juga lewat kerja nyata.
Namun, di balik inspirasi itu, terselip peringatan keras bagi Pemerintah Kabupaten Brebes, khususnya Bupati Paramitha Widya Kusuma. Ketika rakyat sudah memilih turun tangan sendiri, itu artinya kepercayaan kepada pemerintah mulai terkikis. Elektabilitas dan kredibilitas seorang pemimpin bisa merosot drastis bila kealpaan ini dibiarkan.
Anom Panuluh, Ketua Rumah Rakyat Indonesia Kabupaten Brebes, mengingatkan:
“Ini contoh kesadaran warga yang berswadaya. Tapi bayangkan, bagaimana dengan masyarakat lain yang tidak mampu berswadaya? Itu ancaman serius. Apalagi jika di tengah rakyat yang berkorban, korupsi tetap merajalela, kolusi membabi buta, dan nepotisme semakin merebak. Itu bukan hanya memprihatinkan, tapi juga berbahaya—bisa melahirkan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan.”
Pelajaran penting bagi pemerintah: jangan sampai keswadayaan rakyat dibaca sebagai bentuk keputusasaan terhadap pemerintah. Karena ketika rakyat memilih jalan sendiri, artinya kredibilitas penguasa sedang digugat.
Pelajaran berharga bagi rakyat: keswadayaan adalah wajah sejati kemandirian, tapi juga tanda bahwa mereka layak mendapatkan pemimpin yang lebih amanah.
Pewarta : Marlan / Red