Rokanhilir, Riau //www.buserindonesia.id || BPJS Ketenagakerjaan merupakan program jaminan sosial untuk pekerja Indonesia, khususnya dalam menyongsong kehidupan pada hari tua dan santunan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) ketika sedang bekerja, untuk ahli waris khususnya anak-anak agar mempunyai jaminan untuk melanjutkan pendidikan.
Seperti halnya yang disampaikan Safrizal Siagian pada Senin 21/4/2024, terima santunan namun tak sesuai, ternyata dalam perjalanannya ditemukan kejanggalan- kejanggalan perhitungan JKK yang merugikan pekerja, namun belum terungkap ke publik.
Sesuai Dasar Hukum BPJS Ketenagakerjaan adalah UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Tenaga Kerja yang mulai beroperasi 1 Juli 2015, dan PP No. 82 Tahun 2019 yang merupakan revisi atau perubahan atas PP No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Peraturan perundangan tentang BPJS Ketenagakerjaan ini terlihat sempurna, namun pada kenyataannya tidak demikian.
Dalam lampiran lll PP No. 82 Tahun 2019 perubahan atas PP No 44 THN 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKK, diatur manfaat apa saja yang dapat diterima oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan jika peserta mengalami kecelakaan: Selain itu mengenai cara hitung santunan kecelakaan kerja, juga masih banyak tenaga kerja yang bingung tentang bagaimana cara menetapkan
Cacat Anatomis,
Cacat Sebahagian Fungsi dan
Cacat total tetap.
Sementara rincian santunan yang termuat dalam tabel santunan kecelakaan kerja BPJS dan Manfaat JKK BPJS Ketenagakerjaan (Dikutip dari laman resmi BPJS Ketenagakerjaan), dijelaskan bahwa JKK memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja. Manfaat JKK BPJS Ketenagakerjaan tersebut termasuk dalam kecelakaan yang terjadi saat perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Ketika peserta mengalami kecelakaan kerja, apabila saat santunan yang diterima oleh tk ternyata bermasalah atau tidak, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ketika hal itu disampaikan ke pihak BPJS Ketenagakerjaan tidak ada ruang untuk komplain bagi tenaga kerja atau ahli waris.
Baca juga : Kapolres Pimpin Upacara Sertijab Kapolsek Sragi dan Pelantikan Kasikum Polres Pekalongan
Kapolres Pekalongan AKBP Wahyu Rohadi, S.I.K., M.H. memimpin Upacara Serah Terima…Selanjutnya…..
Adapun santunan JKK ini diatur dalam Lampiran III A. 2. d. PP No. 82 Tahun 2019 perubahan atas PP No 44 thn 2015 ditentukan Lebih lanjut , terdapat santunan kecacatan yang perhitungannya mengacu pada tabel santunan kecelakaan kerja BPJS. Berikut ketentuan besaran santunan kecacatan JKK BPJS Ketenagakerjaan: sbb
Cacat Sebagian Anatomis sebesar = persentase sesuai tabel x 80 x upah sebulan. Cacat Sebagian Fungsi = persentase berkurangnya fungsi x persentase sesuai tabel x 80 x upah sebulan.
Cacat Total Tetap = 70 persen x 80 x upah sebulan. Adapun tabel santunan kecelakaan kerja BPJS meliputi tabel persentase cacat tetap sebagian dan cacat-cacat lainnya.
Inti persoalan muncul ketika sampai pada perhitungan karena rumus di atas menjadi tidak jelas, menyesatkan, dan merugikan peserta yang mengalami kecelakaan kerja.
Sebagai contoh nyata, Safrizal Siagian seorang pekerja perkebunan kelapa sawit yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan mengalami kecelakaan kerja saat sedang bekerja sekitar february 2023, dan ketika peserta mengurus JKK perhitungannya tidak sesuai dengan rumus di atas. Karena mengalami cacat sebahagian anatomis dan cacat fungsi ternyata yang dibayarkan hanya cacat sebahagian fungsi.
Hal ini diketahui berdasarkan keterangan dari salah seorang dokter yang tidak mau namanya dipublikasikan. Namun sebaliknya menurut keterangan dari BPJS Dumai Alyanti menjelaskan cacat sebahagian anatomis kalau anggota tubuhnya hilang.
Perhitungan JKK yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan bila mengabaikan peraturan yang berlaku, bukan jumlah yang sedikit untuk ahli waris dirugikan.
Artinya BPJS Ketenagakerjaan bukan membantu peserta, tetapi diduga merampas hak tenaga kerja/ahli waris.
Berapa besarnya uang yang raib atau tidak sampai ke ahli waris kalau misalkan 10 orang pekerja mengurus santunan per hari.
Dalam contoh kasus di atas bagaimana tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan terhadap uang iuran yang selama ini dibayarkan penuh? Ke mana raibnya dana yang sudah disetorkan oleh perusahaan dan peserta selama menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan? Menurut dugaan hal ini adalah sebuah tindakan yang melanggar hukum karena cidera janji.sesuai aturan hukum perdata (yang dapat digugat atas timbulnya kerugian materi dan immateri).
Kalau benar BPJS Ketenagakerjaan melakukan perhitungan tidak sesuai dengan Lampiran III PP No 82 tahun 2019 perubahan atas PP No. 44 Tahun 2015, patut diduga BPJS Ketenagakerjaan melakukan cidera janji yang mengarah pada tindak yang merugikan orang lain.
Untuk itu tenaga kerja mohon KPK, Bareskrim, dan Kejaksaan memanggil Kepala BPJS Ketenagakerjaan Dumai untuk dimintai keterangan tentang dasar perhitungan JKK yang tidak sesuai Lampiran III PP No 82 tahun 2019 perubahan atas PP No. 44 Tahun 2015 tersebut.
Kecuali ada peraturan perundangan lain, di mana faktor pengalinya bukan tabel persentase, tetapi dari faktor atau keterangan atau yang lain.
Selain itu Menko Perekonomian bersama Menteri Tenaga Kerja, Menteri Keuangan, dan Ombudsman Republik Indonesia juga harus memanggil Kepala BPJS Ketenagakerjaan Dumai untuk dapat menjelaskan persoalan di atas.
Safrizal juga mohon kepada Komisi IX DPR RI untuk dapat segera memanggil Mentri Tenaga Kerja dan Kepala BPJS Ketenagakerjaan Dumai untuk menjelaskan persoalan yang patut diduga merugikan peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Pewarta : Jekson sihombing, S.H
#selamatpagiindonesia #selamatpagibuserindonesia #buserindonesia.id #buserindonesia #infoterkinibuser #beritabuser #infobuser #infoterkinibuserindonesia #beritaindonesia